Gudang Informasi

Konstitusi Adalah

Konstitusi Adalah
Konstitusi Adalah

Pada kesempatan kali ini pengajar.co.id akan membuat postingan tentang Konstitusi Adalah, yuk disimak ulasannya dibawah ini:


Konstitusi Adalah




Pengertian Konstitusi


Definisi konstitusi yakni norma dalam tata cara politik negara dan hukum yang diberlakukan oleh pemerintah negara bagian sudah dikodifikasi selaku dokumen tertulis.


Hukum Konstitusi tidak mengatur sifat rinci masalah, tetapi menguraikan hanya beberapa prinsip yang membentuk dasar untuk peraturan lainnya.


Konstitusi berisi hukum dan prinsip politik dan tubuh aturan di mana ungkapan konstitusif mengacu pada adopsi dari Konstitusi nasional sebagai prinsip mendasar dalam politik, prinsip dasar hukum, mekanisme, otoritas dan kewajiban pemerintah negara pada umumnya, di mana Konstitusi biasanya mengacu pada jaminan hak untuk warga negaranya.




Pengertian Konstitusi Menurut Para Ahli




  • Menurut K. C. Wheare,




Arti Konstitusi adalah seluruh tata cara pemerintahan negara yang membentuk seperangkat tata cara yang merupakan bagian, memerintah/memerintah dalam pemerintahan negara.




  • Menurut Richard S. Kay,




Definisi konstitusi yaitu pelaksanaan hukum hukum atau hukum hukum dalam relasi penduduk dengan pemerintah. Konstituensi membuat situasi yang dapat menumbuhkan rasa aman, alasannya ada batas otoritas pemerintah yang sebelumnya diharapkan.




  • Menurut Herman Heller,




Arti Konstitusi lebih luas ketimbang Konstitusi. Konstitusi tidak cuma legal, namun juga sosiologis dan politik.


Menurut E.C. Wade,


Definisi konstitusi adalah sebuah naskah yang memaparkan kerangka kerja dan tugas mendasar dari tubuh pemerintahan suatu negara dan menentukan poin di mana tubuh melakukan pekerjaan .




  • Menurut Miriam Budiarjo,




Definisi konstitusi yakni seluruh aturan, baik tertulis atau tidak tertulis, yang mengatur cara-cara di mana pemerintah diadakan dalam masyarakat.




  • Menurut Choirul Anwar,




Arti dari Konstitusi yakni hukum mendasar wacana pemerintah sebuah negara dan nilai fundamentalnya.




Sejarah Konstitusi


Sebenarnya. konstitusi (constitution) berlainan dengan Undang-Undang Dasar (Grundgezets), dikarenakan sebuah kekhilafan dalam pandangan orang tentang konstitusi pada negara-negara modern sehingga pengertian konstitusi itu kemudian disamakan dengan UUD.


Kekhilafan ini disebabkan oleh pengaruh faham kodifikasi yang menginginkan biar semua peraturan hukum ditulis, demi mencapai kesatuan hukum, kesederhanaan hukum dan kepastian aturan. Begitu besar efek faham kodifikasi, sehingga setiap peraturan aturan sebab penting itu mesti ditulis, dan konstitusi yang ditulis itu yaitu UUD.


Secara umum terdapat dua macam konstitusi ialah :


1) Konstitusi tertulis dan

2) Konstitusi tak tertulis.


Hampir semua negara di dunia memiliki konstitusi tertulis atau Undang-Undang Dasar (Undang-Undang Dasar) yang kebanyakan mengendalikan mengenai pembentukan, pembagian wewenang dan cara bekerja banyak sekali lembaga kenegaraan serta tunjangan hak azasi manusia.


Negara yang dikategorikan selaku negara yang tidak mempunyai konstitusi tertulis ialah Inggris dan Kanada. Di kedua negara ini, aturan dasar kepada semua lembaga-lembaga kenegaraan dan semua hak asasi insan terdapat pada etika kebiasaan dan juga tersebar di berbagai dokumen, baik dokumen yang relatif gres maupun yang telah sangat bau tanah mirip Magna Charta yang berasal dari tahun 1215 yang menampung jaminan hak-hak azasi manusia rakyat Inggris.


Karena ketentuan perihal kenegaraan itu tersebar dalam berbagai dokumen atau cuma hidup dalam adat kebiasaan masyarakat itulah maka Inggris masuk dalam kategori negara yang mempunyai konstitusi tidak tertulis.

Pada nyaris semua konstitusi tertulis diatur perihal pembagian kekuasaan berdasarkan jenis-jenis kekuasaan, dan lalu berdasarkan jenis kekuasaan itu dibentuklah forum-lembaga negara.


Dengan demikian, jenis kekuasaan itu perlu ditentukan apalagi dahulu, baru lalu dibuat lembaga negara yang bertanggung jawab untuk melaksanakan jenis kekuasaan tertentu itu.


Beberapa sarjana mengemukakan pandangannya mengenai jenis peran atau kewenangan itu, salah satu yang paling terkemuka ialah persepsi Montesquieu bahwa kekuasaan negara itu terbagi dalam tiga jenis kekuasaan yang harus dipisahkan secara ketat. Ketiga jenis kekuasaan itu yaitu :



  1. Kekuasaan menciptakan peraturan perundangan (legislatif)

  2. Kekuasaan melakukan peraturan perundangan (eksekutif)

  3. Kekuasaan kehakiman (yudikatif).


Pandangan lain tentang jenis kekuasaan yang perlu dibagi atau dipisahkan di dalam konstitusi dikemukakan oleh van Vollenhoven dalam buku karangannyaStaatsrecht over Zee. Ia membagi kekuasaan menjadi empat macam yakni :



  1. Pemerintahan (bestuur)

  2. Perundang-seruan

  3. Kepolisian

  4. Pengadilan.


Van Vollenhoven menilai kekuasaan eksekutif itu terlalu luas dan jadinya perlu dipecah menjadi dua jenis kekuasaan lagi yaitu kekuasaan pemerintahan dan kekuasaan kepolisian. Menurutnya kepolisian memegang jenis kekuasaan untuk mengawasi hal berlakunya hukum dan jika perlu memaksa untuk melaksanakan hukum.


Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Azas-azas Hukum Tata Negara di Indonesia mendukung gagasan Van Vollenhoven ini, bahkan beliau mengusulkan untuk memperbesar dua lagi jenis kekuasaan negara yaitu kekuasaan Kejaksaan dan Kekuasaan Pemeriksa Keuangan untuk menilik keuangan negara serta menjadi jenis kekuasaan ke-lima dan ke-enam.


Berdasarkan teori aturan ketatanegaraan yang diterangkan diatas maka mampu ditarik kesimpulan bahwa jenis kekuasaan negara yang dikontrol dalam sebuah konstitusi itu umumnya terbagi atas enam dan masing-masing kekuasaan itu diurus oleh suatu tubuh atau lembaga tersendiri ialah:



  1. Kekuasaan menciptakan undang-undang (legislatif)

  2. Kekuasaan melakukan undang-undang (administrator)

  3. Kekuasaan kehakiman (yudikatif)

  4. Kekuasaan kepolisian

  5. Kekuasaan kejaksaan

  6. Kekuasaan memeriksa keuangan negara


Konstitusi suatu negara pada hakekatnya merupakan hukum dasar tertinggi yang menampung hal-hal perihal penyelenggaraan negara, akhirnya sebuah konstitusi mesti mempunyai sifat yang lebih stabil dari pada produk hukum yang lain.


Terlebih lagi kalau jiwa dan semangat pelaksanaan penyelenggaraan negara juga dikontrol dalam konstitusi sehingga pergantian sebuah konstitusi dapat menenteng perubahan yang besar terhadap metode penyelenggaraan negara. Bisa jadi suatu negara yang demokratis berubah menjadi diktatorial karena terjadi pergeseran dalam konstitusinya.


Adakalanya harapan rakyat untuk mengadakan pergantian konstitusi merupakan sebuah hal yang tidak dapat disingkirkan. Hal ini terjadi bila prosedur penyelenggaraan negara yang dikontrol dalam konstitusi yang berlaku dicicipi sudah tidak sesuai lagi dengan aspirasi rakyat.


Oleh sebab itu, konstitusi lazimnya juga mengandung ketentuan perihal perubahan konstitusi itu sendiri, yang lalu prosedurnya dibentuk sedemikian rupa sehingga pergantian yang terjadi adalah betul-betul aspirasi rakyat dan bukan menurut harapan semena-mena dan bersifat sementara atau pun harapan dari sekelompok orang belaka.


Pada dasarnya ada dua macam tata cara yang lazim digunakan dalam praktek ketatanegaraan di dunia dalam hal pergantian konstitusi. Sistem yang pertama ialah bahwa apabila sebuah konstitusi diubah, maka yang akan berlaku adalah konstitusi yang berlaku secara keseluruhan (penggantian konstitusi).


Sistem ini dianut oleh nyaris semua negara di dunia. Sistem yang kedua yakni bahwa bila sebuah konstitusi diubah, maka konstitusi yang asli tetap berlaku. Perubahan kepada konstitusi tersebut ialah amandemen dari konstitusi yang asli tadi. Dengan perkataan lain, amandemen tersebut ialah atau menjadi bab dari konstitusinya. Sistem ini dianut oleh Amerika Serikat.




PERKEMBANGAN KONSTITUSI DI INDONESIA


Para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia sudah setuju utntuk menyusun suatu Undang-Undang Dasar selaku konstitusi tertulis dengan segala arti dan fungsinya.


Sehari sehabis proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945, konstitusi Indonesia sebagai sesuatu ”revolusi grondwet” telah disahkan pada 18 Agustus 1945 oleh panitia antisipasi kemerdekaan Indonesia dalam suatu naskah yang dinamakan UUD Negara Republik Indonesia.


Dengan demikian, sekalipun Undang-Undang Dasar 1945 itu ialah konstitusi yang sungguh singkat dan hanya menampung 37 pasal tetapi ketiga materi muatan konstitusi yang mesti ada berdasarkan ketentuan lazim teori konstitusi telah terpenuhi dalam Undang-Undang Dasar 1945 tersebut.


Pada dasarnya kemungkinan untuk mengadakan perubahan atau adaptasi itu memang sudah dilihat oleh para penyusun Undang-Undang Dasar 1945 itu sendiri, dengan merumuskan dan melalui pasal 37 UUD 1945 tentang pergeseran UUD.


Dan apabila MPR berniat akan mengubah Undang-Undang Dasar melalui pasal 37 Undang-Undang Dasar 1945 , sebelumnya hal itu harus ditanyakan lebih dahulu kepada seluruh Rakyat Indonesia lewat suatu referendum. (Tap no.1/ MPR/1983 pasal 105-109 jo.


Tap no.IV/MPR/1983 ihwal referendum) Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 lalu dilaksanakan secara sedikit demi sedikit dan menjadi salah satu agenda sidang Tahunan MPR dari tahun 1999 sampai perubahan ke empat pada sidang tahunan MPR tahun 2002 bersama-sama dengan kesepakatan dibentuknya komisi konstitusi yang bertugas melaksanakan pengkajian secara komperhensif tentang pergeseran UUD 1945 berdasarkan ketetapan MPR No. I/MPR/2002 wacana pembentukan komisi Konstitusi.


Dalam sejarah perkembangan ketatanegaraan Indonesia ada empat macam Undang-Undang yang pernah berlaku, yaitu :


Periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949


(Penetapan Undang-Undang Dasar 1945) Saat Republik Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, Republik yang baru ini belum mempunyai undang-undang dasar.


Sehari kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945 Rancangan Undang-Undang disahkan oleh PPKI selaku UUD Republik Indonesia sesudah mengalami beberapa proses.


Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950


(Penetapan konstitusi Republik Indonesia Serikat) Perjalanan negara baru Republik Indonesia ternyata tidak luput dari rongrongan pihak Belanda yang menghendaki untuk kembali berkuasa di Indonesia.


Akibatnya Belanda menjajal untuk mendirikan negara-negara seperti negara Sumatera Timur, negara Indonesia Timur, negara Jawa Timur, dan sebagainya.


Sejalan dengan perjuangan Belanda tersebut maka terjadilah aksi Belanda 1 pada tahun 1947 dan aksi 2 pada tahun 1948. Dan ini menimbulkan diadakannya KMB yang melahirkan negara Republik Indonesia Serikat.


Sehingga Undang-Undang Dasar yang semestinya berlaku untuk seluruh negara Indonesia itu, hanya berlaku untuk negara Republik Indonesia Serikat saja.


Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959


(Penetapan Undang-Undang Dasar Sementara 1950) Periode federal dari Undang-undang Dasar Republik Indonesia Serikat 1949 merupakan pergeseran sementara, alasannya adalah sesungguhnya bangsa Indonesia sejak 17 Agustus 1945 mengharapkan sifat kesatuan, maka negara Republik Indonesia Serikat tidak bertahan lama sebab terjadinya penggabungan dengan Republik Indonesia.


Hal ini mengakibatkan wibawa dari pemerintah Republik Indonesia Serikat menjadi berkurang, akhirnya dicapailah kata setuju untuk mendirikan kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Bagi negara kesatuan yang mau diresmikan terperinci perlu adanya sebuah undang-undang dasar yang baru dan untuk itu dibentuklah suatu panitia bersama yang menyusun suatu desain undang-undang dasar yang kemudian disahkan pada tanggal 12 Agustus 1950 oleh badan pekerja komite nasional sentra dan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan senat Republik Indonesia Serikat pada tanggal 14 Agustus 1950 dan berlakulah undang-undang dasar gres itu pada tanggal 17 Agustus 1950.


Periode 5 Juli 1959 – kini


(Penetapan berlakunya kembali UUD 1945) Dengan dekrit Presiden 5 Juli 1959 berlakulah kembali Undang-Undang Dasar 1945.


Dan perubahan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Lama pada kurun 1959-1965 menjadi Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Baru.


Perubahan itu dikerjakan sebab Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Lama dianggap kurang merefleksikan pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen.


PERUBAHAN Undang-Undang Dasar 1945


Salah satu keberhasilan yang dicapai oleh bangsa Indonesia pada kurun reformasi yakni reformasi konstitusional (constitutional reform).


Reformasi konstitusi dipandang ialah kebutuhan dan acara yang mesti dilaksanakan sebab Undang-Undang Dasar 1945 sebelum pergantian dinilai tidak cukup untuk menertibkan dan mengarahkan penyelenggaraan negara sesuai keinginan rakyat, terbentuknya good governance, serta mendukung penegakan demokrasi dan hak asasi insan.


Perubahan UUD 1945 dilaksanakan secara sedikit demi sedikit dan menjadi salah satu acara Sidang MPR dari 1999 hingga 2002. Perubahan pertama dilaksanakan dalam Sidang Umum MPR Tahun 1999.


Arah perubahan pertama UUD 1945 adalah membatasi kekuasaan Presiden dan memperkuat kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) selaku forum legislatif.


Perubahan kedua dijalankan dalam sidang Tahunan MPR Tahun 2000. Perubahan kedua menciptakan rumusan pergeseran pasal-pasal yang mencakup persoalan wilayah negara dan pembagian pemerintahan daerah, menyempumakan perubahan pertama dalam hal memperkuat kedudukan DPR, dan ketentuan¬-ketentuan jelas tentang HAM.


Perubahan ketiga ditetapkan pada Sidang Tahunan MPR 2001. Perubahan tahap ini mengganti dan atau menambah ketentuan-ketentuan pasal ihwal asas-asas landasan bemegara, kelembagaan negara dan hubungan antarlembaga negara, serta ketentuan-ketentuan perihal Pemilihan Umum.


Sedangkan pergeseran keempat dikerjakan dalam Sidang Tahunan MPR Tahun 2002. Perubahan Keempat tersebut meliputi ketentuan ihwal kelembagaan negara dan hubungan antarlembaga negara, penghapusan Dewan Pertimbangan Agung (DPA), pendidikan dan kebudayaan, perekonomian dan kesejahteraan sosial, dan hukum peralihan serta aturan aksesori.


Empat tahap perubahan UUD 1945 tersebut meliputi hampir keseluruhan bahan UUD 1945. Naskah asli Undang-Undang Dasar 1945 berisi 71 butir ketentuan, sedangkan pergeseran yang dikerjakan menciptakan 199 butir ketentuan.


Saat ini, dari 199 butir ketentuan yang ada dalam UUD 1945, hanya 25 (12%) butir ketentuan yang tidak mengalami perubahan.


Selebihnya, sebanyak 174 (88%) butir ketentuan ialah materi yang baru atau sudah mengalami perubahan.

Dari segi kualitatif, pergantian Undang-Undang Dasar 1945 bersifat sungguh fundamental sebab mengubah prinsip kedaulatan rakyat yang semula dikerjakan sepenuhnya oleh MPR menjadi dijalankan berdasarkan UUD.


Hal itu menyebabkan semua lembaga negara dalam Undang-Undang Dasar 1945 berkedudukan sederajat dan melakukan kedaulatan rakyat dalam lingkup wewenangnya masing-masing.


Perubahan lain adalah dari kekuasaan Presiden yang sangat besar (concentration of power and responsibility upon the President) menjadi prinsip saling memantau dan mengimbangi (checks and balances).


Prinsip-prinsip tersebut menegaskan cita negara yang mau dibangun, yakni negara hukum yang demokratis.


Setelah sukses melaksanakan pergantian konstitusional, tahapan berikutnya yang mesti dilaksanakan adalah pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 yang sudah diubah tersebut.


Pelaksanaan UUD 1945 harus dikerjakan mulai dari konsolidasi norma hukum hingga dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara.


Sebagai aturan dasar, Undang-Undang Dasar 1945 mesti menjadi acuan dasar sehingga betul-betul hidup dan berkembang dalam penyelenggaraan negara dan kehidupan warga negara (the living constitution).


Konstitusi Sebagai Piranti Kehidupan Negara Yang Demokratis


Sebagaimana diterangkan diawal, bahwa konstitusi berpesan sebagai sebuah hukum dasar yang mengatur kehidupan dalam bernegara dan berbangsa maka aepatutnya konstitusi dibuat atas dasar akad bareng antara negra dan warga Negara .


Kontitusi merupakan bagian dan terciptanya kehidupan yang demokratis bagi seluruh warga Negara. Jika Negara yang menentukan demokrasi, maka konstitusi demokratis merupakan hukum yang dapat menjamin terwujudnya demokrasi dinegara tersebut.


Setiap konstitusi yang digolongkan sebagai konstitusi demokratis haruslah memiliki prinsip-prinsip dasar demokrasi itu sendiri.


LEMBAGA NEGARA PASCA AMANDEMEN


Sebagai kelembagaan Negara, MPR RI tidak lagi diberikan istilah selaku forum tertinggi Negara dan hanya sebagai lembaga Negara, mirip juga, mirip juga dewan perwakilan rakyat, Presiden, BPK dan MA.


Dalam pasal 1 ayat (2) yang sudah mengalami pergeseran wacana kedaulatan disebutkan bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilakukan menurut undang-undang dasar sehingga tampaklah bahwa MPR RI tidak lagi menjadi pelaku/pelaksana kedaulatan rakyat.


Juga susunan MPR RI telah berubah keanggotaanya, adalah terdiri atas anggota DPR dan Dewan Perakilan Daerah (DPD), yang kesemuanya direkrut melalui pemilu.


Perlu diterangkan pula bahwa susunan ketatanegaraan dalam kelembagaan Negara juga mengalami pergantian, dengan pemisahan kekuasaan, antara lain adanya forum Negara yang dihapus maupun lahir baru, yakni selaku Badan legislative berisikan anggota MPR, DPR, DPD, Badan Eksekutif Presiden dan wakil Presiden, sedang badan yudikatif terdiri atas kekuasaan kehakiman yaitu mahkamah konstitusi (MK) selaku forum gres, Mahkamah Agung (MA), dan Komisi Yudisial (KY) juga forum gres.


Lembaga Negara lama yang dihapus adalah dewan Pertimbangan Agung (DPA), dan Badan pemeriksa keuangan tetap ada cuma dikontrol tersendiri diluar kesemuanya/dan sejajar.


Tugas dan kewenagan MPR RI sesudah perubahan, menurut pasal 3 UUD 1945 ( perubahan Ketiga ).


a. Majelis Permusyawaran Rakyat berwenang mengubah dan memutuskan Undang-Undang Dasar

b. Majelis Permusyawaran Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.

c. Majelis Permusyawaran Rakyat hanya dapat memberhentikan presiden dan/atau Wakil Presiden dalam kurun jabatannya menurut undang-undang dasar ( impeachment ).


UUD ialah aturan tertinggi dimana kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya berdasarkan UUD. Undang-Undang Dasar menunjukkan pembagian kekuasaan (separation of power) kepada 6 Lembaga Negara dengan kedudukan yang serupa dan sejajar, adalah Presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA), dan Mahkamah Konstitusi (MK).


Perubahan (Amandemen) Undang-Undang Dasar 1945:



  1. Mempertegas prinsip negara menurut atas hukum [Pasal 1 ayat (3)] dengan menempatkan kekuasaan kehakiman selaku kekuasaan yang merdeka, penghormatan terhadap hak asasi manusia serta kekuasaan yang dilakukan atas prinsip due process of law.

  2. Mengatur mekanisme pengangkatan dan pemberhentian para pejabat negara, mirip Hakim.

  3. Sistem konstitusional menurut perimbangan kekuasaan (check and balances) ialah setiap kekuasaan dibatasi oleh Undang-undang menurut fungsi masing-masing.

  4. Setiap forum negara sejajar kedudukannya di bawah UUD 1945.

  5. Menata kembali forum-forum negara yang ada serta membentuk beberapa forum negara baru supaya sesuai dengan sistem konstitusional dan prinsip negara berdasarkan aturan.

  6. Penyempurnaan pada sisi kedudukan dan kewenangan maing-masing forum negara diadaptasi dengan perkembangan negara demokrasi terbaru.


Tugas Lembaga Tinggi Negara setelah amandemen ke – 4 :


A. MPR

· Lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya dengan lembaga tinggi negara lainnya mirip Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK.

· Menghilangkan supremasi kewenangannya.

· Menghilangkan kewenangannya menetapkan GBHN.

· Menghilangkan kewenangannya mengangkat Presiden (alasannya presiden dipilih secara langsung melalui pemilu).

· Tetap berwenang memutuskan dan mengganti UUD.

· Susunan keanggotaanya berganti, yaitu berisikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan angota Dewan Perwakilan Daerah yang diseleksi secara pribadi melalui pemilu.


B. DPR

· Posisi dan kewenangannya diperkuat.

· Mempunyai kekuasan membentuk UU (sebelumnya ada di tangan presiden, sedangkan DPR hanya memberikan persetujuan saja) sementara pemerintah berhak mengajukan RUU.

· Proses dan mekanisme membentuk UU antara DPR dan Pemerintah.

· Mempertegas fungsi DPR, adalah: fungsi legislasi, fungsi budget, dan fungsi pengawasan sebagai prosedur kendali antar forum negara.


C. DPD

· Lembaga negara gres sebagai langkah akomodasi bagi keterwakilan kepentingan daerah dalam badan perwakilan tingkat nasional setelah ditiadakannya delegasi tempat dan delegasi golongan yang diangkat selaku anggota MPR.

· Keberadaanya dimaksudkan untuk memperkuat kesatuan Negara Republik Indonesia.

· Dipilih secara langsung oleh penduduk di daerah melalui pemilu.

· Mempunyai kewenangan mengajukan dan ikut membicarakan RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan kawasan, RUU lain yang berkait dengan kepentingan tempat.


D. BPK

· Anggota BPK diseleksi dewan perwakilan rakyat dengan mengamati pendapatDPD.

· Berwenang mengawasi dan mengusut pengelolaan keuangan negara (APBN) dan tempat (APBD) serta memberikan hasil investigasi kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti oleh aparat penegak aturan.

· Berkedudukan di ibukota negara dan mempunyai perwakilan di setiap provinsi.

· Mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen yang bersangkutan ke dalam BPK.


E. PRESIDEN

· Membatasi beberapa kekuasaan presiden dengan memperbaiki tata cara pemilihan dan pemberhentian presiden dalam periode jabatannya serta memperkuat tata cara pemerintahan presidensial.

· Kekuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan kepada DPR.

· Membatasi kala jabatan presiden maksimum menjadi dua periode saja.

· Kewenangan pengangkatan duta dan mendapatkan duta harus memperhatikan pertimbangan DPR.

· Kewenangan pemberian pengampunan hukuman, amnesti dan peniadaan mesti memperhatikan pertimbangan DPR.

· Memperbaiki syarat dan mekanisme pengangkatan kandidat presiden dan wakil presiden menjadi dipilih secara eksklusif oleh rakyat melui pemilu, juga tentang pemberhentian jabatan presiden dalam periode jabatannya.


F. MAHKAMAH AGUNG

· Lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan yang menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan aturan dan keadilan [Pasal 24 ayat (1)].

· Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peaturan perundang-undangan di bawah Undang-undang dan wewenang lain yang diberikan Undang-undang.

· Di bawahnya terdapat badan-tubuh peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan militer dan lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).

· Badan-tubuh lain yang yang fungsinya berhubungan dengan kekuasaan kehakiman dikontrol dalam Undang-undang mirip : Kejaksaan, Kepolisian, Advokat/Pengacara dan lain-lain.


G. MAHKAMAH KONSTITUSI

· Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian konstitusi (the guardian of the constitution).

· Mempunyai kewenangan: Menguji UU terhadap UUD, Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, memutus sengketa hasil pemilu dan menunjukkan putusan atas pendapat DPR perihal praduga pelanggaran oleh presiden dan atau wakil presiden berdasarkan Undang-Undang Dasar.

· Hakim Konstitusi berisikan 9 orang yang diajukan masing-masing oleh Mahkamah Agung, dewan perwakilan rakyat dan pemerintah dan ditetapkan oleh Presiden, sehingga merefleksikan perwakilan dari 3 cabang kekuasaan negara adalah yudikatif, legislatif, dan administrator.


H. KOMISI YUDISIAL

· Tugasnya mencalonkan Hakim Agung dan melakukan pengawasan moralitas dan isyarat etik para Hakim.


TATA URUTAN PERUNDANG-UNDANGAN


berdasarkan Undang Undang No. 10 tahun 2004 jenis dan tata urutan/susunan (hirarki) peraturan perundang-seruan kini yakni selaku berikut :



  1. Undang-Undang Dasar-RI tahun 1945

  2. Undang-undang (UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu);

  3. Peraturan Pemerintah (PP);

  4. Peraturan Presiden (Perpres) dan Peraturan forum negara atau organ/tubuh negara yang dianggap sederajat dengan Presiden antara lain : Peraturan Kepala BPK, Peraturan Bank Indonesia, Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Peraturan Mahkamah Agung, Peraturan Mahkamah Konstitusi, Peraturan Komisi Yudisial,

  5. Peraturan Daerah Propinsi;

  6. perda Kabupaten/Kota;

  7. Peraturan Desa (Perdesa).


Sumber: http://topihukum.blogspot.com/2014/02/sejarah-dan-kemajuan-konstitusi-di.html




Tujuan Konstitusi Menurut C.F Strong


Berikut dibawah ini merupakan tujuan konstitusi berdasarkan C.F Strong:



  1. Untuk menawarkan pembatasan dan pengawasan kekuasaan politik.

  2. Untuk membebaskan kekuasaan dari kendali mutlak penguasa dan batas kekuasaan untuk penguasa.

  3. Tujuan dari Konstitusi yakni untuk memerintah jalannya kekuasaan dengan membatasi jalan lewat aturan untuk menyingkir dari kerusakan penguasa kepada rakyatnya dan menunjukkan arah terhadap penguasa untuk merealisasikan tujuan negara tersebut.




Fungsi Konstitusi


Berikut dibawah ini ialah fungsi konstitusi Menurut Henc Van Maarseven (Harahap, 2008:179):



  1. Konstitusi menjadi hukum dasar suatu negara.

  2. Konstitusi harus membentuk seperangkat hukum dasar yang mendefinisikan lembaga pemerintah penting.

  3. Konstitusi mengimplementasikan kekuatan regulasi dan kekerabatan relasi.

  4. Konstitusi mengendalikan hak fundamental dan kewajiban warga negara dan pemerintah, sendiri atau tolong-menolong.

  5. Konstitusi harus mengatur dan membatasi kekuatan negara dan institusi.

  6. Konstitusi ialah ideologi elit yang berkuasa.

  7. Konstitusi menentukan korelasi material antara negara dan masyarakat.


Fungsi konstitusi, baik tertulis maupun tidak tertulis yaitu sebagai berikut (Asshiddiqie, 2006:122):



  1. fungsi menentukan dan batas kekuatan organ negara.

  2. Fungsi sebagai pengatur korelasi kekuasaan antara organ negara.

  3. Fungsi menertibkan hubungan antara tubuh negara dan warga negara.

  4. Fungsi pemberi atau sumber legitimasi untuk kekuasaan negara atau aktivitas manajemen negara.

  5. Fungsi pedagang atau saklar kekuasaan sumber orisinil otoritas (yang dalam metode demokratis rakyat) ke organ negara.

  6. Fungsi simbolis selaku unirating.

  7. Simbolik fungsi selaku rujukan untuk identitas nasional dan keagungan.

  8. Fungsi simbolis selaku pusat upacara.

  9. Berfungsi sebagai sarana kendali publik, baik dalam arti sempit cuma di bidang politik dan dalam arti luas yang berafiliasi dengan sosial dan ekonomi.

  10. Bertindak selaku fasilitas rekayasa dan pembaharuan masyarakat (rekayasa sosial dan reformasi sosial), baik dalam pengertian yang sempit atau luas.




Sifat Konstitusi


Konstitusi mempunyai dua karakteristik, yaitu fleksibel atau kaku, dan tertulis atau tidak tertulis. Sifat fleksibel Konstitusi dapat dilihat dari kemampuannya untuk mengikuti atau mengadaptasi perkembangan periode.


Konstitusi 1945 mampu memiliki dua karakteristik yakni halus dan kaku. Dikatakan bahwa itu kaku alasannya adalah dalam rangka untuk mengubah cukup sukar, hal ini disebabkan Pasal 37 ayat 1 Konstitusi 1945 mensyaratkan bahwa pergeseran gres dikerjakan jika 2/3 anggota minimum yang disetujui dari MPR hadir. Meskipun dikatakan bahwa itu fleksibel alasannya adalah MPR sudah membuat amandemen (amandemen) empat kali. Konstitusi 1945 hanya berisi hal yang terpenting di mana peraturan atau hal yang lebih rinci dikontrol oleh perundang-seruan yang lebih rendah.


Atribut lainnya ditulis dan Konstitusi tidak tertulis. Hal ini dibilang selaku konstitusi tertulis kalau ditulis dalam sebuah naskah. Hal ini tidak dinyatakan bahwa bila Konstitusi tidak ditulis dalam suatu naskah, namun dalam Konvensi atau dalam aturan biasa. Pelaksanaan Konstitusi tidak tertulis ialah negara Inggris.




Macam Macam Konstitusi


Berikut dibawah ini merupakan macam macam konstitusi, yaitu:



  1. Konstitusi yang tertulis, yang ialah naskah yang menjelaskan kerangka kerja dan tugas mendasar dari tubuh pemerintahan dan menentukan pekerjaan kerja badan yang mengatur. Konstitusi tertulis ini dikenal dengan judul Konstitusi.

  2. Konstitusi tidak ditulis, adalah aturan tak tertulis yang ada dan ditegakkan dalam praktek pengorganisasian negara di sebuah negara. Konstitusi tidak tertulis ini dikenal selaku Konvensi.




Demikianlah ulasan dari pengajar.co.id tentang Konstitusi Adalah, semoga dengan adanya postingan ini bisa bermanfaat untuk anda.


Advertisement