Pada Kesempatan Kali ini pengajar.co.id ingin membagikan postingan tentang Suku Sasak Berikut Adalah Pebahasannya:
Sejarah Suku Sasak
Suku Sasak ialah salah satu suku asli Indonesia yang mendiami Desa Sade, Lombok Tengah, yang tak jauh dari pusat kota.
Dengan lebih dari 600 orang penduduk sampai sekarang ini, suku Sasak diketahui sudah menghuni Pulau Lombok selama berabad-kala lamanya. Mereka sudah mendiami daerahnya sejak 4.000 tahun sebelum masehi.
Sebuah pendapat mengatakan bahwa orang Sasak berasal dari campuran antara penduduk asli Lombok dengan para imigran dari pulau Jawa.
Ada juga yang menyampaikan bahwa nenek moyang suku sasak ialah orang Jawa. Seorang ilmuan, menyebutkan bahwa “Sasak” secara etimologi, berasal dari kata “sah” yang artinya “pergi” dan kata “shaka” yang artinya “leluhur”.
Sehingga sasak mempunya arti “pergi ke tanah leluhur”. Dari pemahaman itulah leluhur orang Sasak diduga adalah orang Jawa. Bahasa Sasak mempunyai kedekatan dengan sistem aksara di Jawa-Bali, terutama berkenaan dengan tata cara huruf yang serupa-sama menggunakan aksara “Ha-Na-Ca-Ra-Ka”.
Tapi, secara pelafalan, bahasa Sasak lebih mempunyai kedekatan dengan bahasa Bali. Para entomolog mengelompokkan bahasa Sasak ke dalam rumpun bahasa Austronesia Malayu-Polinesian.
Kebudayaan Khas Suku Sasak
1. Jenis dan tipe Bale
Ada 3 tipe bale dengan fungsi berlainan-beda. Tiga jenis Bale itu yakni Bale Bonter, Bale Kodong, dan Bale Tani. Bale yang digunakan sebagai kawasan tinggal untuk para pemangku kekuasaaan disebut dengan Bale Bonter. Pengantin baru mampu tinggal di Bale Kodong. Bale Kodong ini juga dapat digunakan oleh orang tua. Sementara, bagi yang sudah memiliki keluarga dan mempunyai anak cucu, mampu tinggal di Bale Tani.
2. Ruangan di dalam Bale
Di dalam Bale ada 2 ruangan yang masing-masing memiliki fungsi berlainan. Bagian luar atau biasa disebut selaku ruang tamu, dipakai untuk menerima tamu dan sebagai kamar tidur. Bagian depan tersebut dibagi 2 lagi adalah bagian kanan yang dipakai sebagai tempat tidur bapak ibu, dan bab kiri yang dijadikan sebagai ruang tidur laki-laki yang di atasnya ada sela berupa rak untuk menyimpan benda pusaka.
Bale bab dalam ialah kamar tidur wanita. Berisi tempat tidur langsung yang serta dijadikan selaku ruang untuk melahirkan. Ruangan di bab dalam tersebut letaknya lebih tinggi dibandingkan dengan ruangan bale bab luar. Pada bagian tengah bale ada 3 anak tangga yang berfungsi sebagai penghubung antara ruang bab dalam dengan ruang bab luar.
Susunan anak tangga pertama di simbolkan untuk Tuhan, anak tangga yang kedua selaku simbol ibu, serta anak tangga ketiga selaku simbol bapak.
3. Lumbung padi
Lumbung padi di desa tersebut bentuknya menyerupai bale. Persediaan padi selaku makan pokok sesudah animo panen akan disimpan di lumbung ini. Ijuk menjadi materi pembuat atap lumbung dengan arsitektur yang unik. Untuk bantalan, suku Sasak memakai tanah liat dengan adonan sekam padi.
Menjaga kebersihan juga menjadi kebiasaan penduduk suku itu. Dalam sepekan sekali atau pada saat pelaksanaan upacara akhlak, kotoran kerbau akan dipakai untuk membersihkan lantainya dengan cara dipel. Masyarakat suku Sasak meyakini serangga sampai bermacam kekuatan magis yang buruk dapat diusir dengan membersihkan Bale menggunakan kotoran kerbau.
4. Pintu yang pendek
Pintu pada bangunan rumah di suku Sasak berukuran lebih pendek dibanding tinggi bangunannya. Ornamen dan bentuk pintu tersebut seperti dengan bentuk pintu rumah akhlak di Jawa Tengah. Ukuran pintu yang pendek tersebut dimaksudkan agar orang yang bertamu, menundukkan kepalanya untuk menghormati penghuni rumah.
5. Rumah yang berdempetan
Penduduk suku sasak lazimmembangun rumah dengan bentuk serta ukuran yang hampir sama satu sama lain. Rumah tersebut dibuat berdempetan dengan rumah lain, dengan penghubung berbentukjalan setapak kecil antar rumah satu dengan lainnya. Selain bentuknya yang sederhana, piranti rumah tersebut juga jauh dari kesan glamor atau mahal.
6. Pekerjaan Utama Masyarakat Suku Sasak
Bertani menjadi pekerjaan utama untuk masyarakat suku Sasak untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Para ibu melakukan pekerjaan sebagai penenun yang juga menurunkan keahliannya pada anak perempuan yang sudah diajarkan sejak mereka berusia 10 tahun. Kegiatan menenun tersebut lazimdikerjakan di depan rumah memakai dipan.
Ada suatu adab di suku Sasak yang menertibkan wacana larangan menikah bagi para gadis yang belum mampu menenun. Kain tenun sendiri memiliki proses pengerjaan yang relatif lama, jadi tidak asing jika kerajinan ini memiliki nilai jual yang tinggi. Selain sebagai kain khas suku tersebut serta dijadikan buah tangan, mahar dalam program akad nikah suku Sasak juga biasa menggunakan kain tenun.
7. Tradisi Menikah Muda
Salah satu tradisi unik yang ada pada penduduk desa Sade ini yaitu memperbolehkan anak perempuannya menikah pada usia 14 tahun, dengan anak laki-laki yang telah berusia 19 tahun. Adatnya, selama 3 hari, setiap perempuan yang akan menikah “diculik” apalagi dulu oleh mempelai pria.
Diculik ini berarti hanya bermalam di rumah kerabatnya dengan catatan kandidat mempelai dilarang bermalam di area desa itu. Tradisi tersebut masih berjalan untuk menghormati para leluhur yang masih dilestarikan oleh penduduk suku tersebut.
8. Corak Keagamaan yang Beraneka Ragam
Animisme masih menjadi iktikad suku Sasak. Boda yaitu dogma asli Suku Sasak, beberapa menyebutnya dengan istilah Sasak Boda. Walaupun sekilas ada kesamaan pelafalan dengan Buddha, Boda tidak memiliki hubungan dengan Buddhisme.
Orang Sasak yang menganut akidah tidak tau serta mengakui Sidharta Gautama (Sang Buddha) sebagai tokoh utama.
Agama Boda orang Sasak tersebut ditandai dengan penyembahan roh-roh leluhur mereka. Sementara agama Wetu telu mempunyai ciri yang nyaris sama dengan Hindu-Bali juga Kejawen. Hal tersebut didasarkan pada pandangan yang berakar pada iktikad ihwal kehidupan yang senantiasa mengalir.
Demikianlah artikel dari pengajar.co.id perihal Suku Sasak supaya berguna